Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara RI memeriksa 25 saksi terkait kasus pembunuhan Orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus morio) dan monyet di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.
"Saat ini kita sudah memeriksa sekitar 25 orang saksi baik dari manajemen perusahaan PT KAM, warga sekitar dan saksi ahli," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Kaltim, Kombes Pol Antonius Wisnu Sutirta saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Penyidikan masih terus dilakukan oleh Polres Kukar, guna mencari bukti-bukti lain dan kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah, ujarnya.
"Penyidikan masih terus berjalan dan kemungkinan tersangka akan bertambah. Untuk mengetahui siapa yang menyuruh, siapa yang membiayai sehingga pidana itu terjadi," kata Wisnu, menjelaskan.
PT Khaleda Agroprima Malindo (KAM) adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Malaysia, dimana pihak manajemen menganggap Orangutan dan monyet sebagai hama tanaman sawit perusahaan tersebut.
"Menurut pengakuan tersangka ada dua ekor Orangutan dan 20 ekor monyet yang telah dibunuh, dengan bukti berupa tulang-belulang hewan, senapan angin, tombak dan tali jerat," kata Wisnu.
Polisi saat ini baru menetapkan dua tersangka kasus pembunuhan Orangutan Kalimantan dan monyet sebagai tersangka yaitu berinisial M alias G dan M keduanya adalah karyawan PT K bagian pembasmian hama.
Para tersangka mengaku berbuat atas perintah saudara P dan A dari PT KAM dua tahun lalu. Dengan upah untuk satu ekor monyet sebesar Rp200 ribu dan Rp1 juta untuk Orangutan.
Modus pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan senapan api kemudian dengan cara menjerat serta mengejar Orangutan dengan menggunakan 12 ekor anjing.
Selanjutnya, kedua tersangka bila sudah mati difoto dan dicek bila sudah benar baru dibayar oleh kasir PT KAM selanjutnya mengubur Orangutan dan monyet tersebut.
Kemudian dari kasus tersebut para tersangka dikenakan pasal 21 ayat a dan b junto pasal 40 ayat 2 Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) Hayati dan Ekosistem.
Isi pasal tersebut berbunyi "setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperdagangkan satwa yang dilindungi dengan keadaan hidup". Dengan ancaman pidana lima tahun dan denda sebesar Rp100 juta.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak membantah terjadinya pembantaian Orangutan Kalimantan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman.
"Saya sudah tegaskan berkali-kali bahwa baik pemerintah provinsi, pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan pihak kepolisian tidak menemukan bukti adanya pembantaian orangutan itu," ungkap Awang Faroek kepada wartawan di Samarinda usai menghadiri Rapat Paripurna Penyampaian Nota Keuangan RAPDA 2012 di DPRD Kaltim, Jumat (18/11).
Pemerintah Provinsi Kaltim kata Awang Faroek Ishak sudah merasa terganggu terkait pemberitaan dugaan pembantaian orangutan tersebut.
"Kami sudah merasa terganggu dengan pemberitaan orangutan tersebut sebab seolah-olah pemerintah tidak peduli padahal selama ini kami telah bekerjasama dengan pihak BOS dan sudah puluhan orangutan yang dikembalikan ke habitatnya. Beberapa perusahaan juga telah saya berikan rekomendasi untuk HPH restorasi," katanya.
0 komentar:
Post a Comment