Wednesday, December 7, 2011

Dua Profesor Unsrat Diduga Raih Gelar Gunakan Karya Palsu

MANADO - Tim Investigasi Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementrian Pendidikan Nasional (Diknas) yang beberapa pekan lalu menyambangi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, menemukan dua profesor Unsrat yang tahun 2009 gelarnya dinyatakan bermasalah, ternyata tetap menggunakan gelar tersebut dan mendapat tunjangan sebagai guru besar.
Dugaan kecurangan dua profesor ini  telah disampaikan ke Rektor Unsrat pada tahun 2009, ternyata tidak ditindaklanjuti secara keseluruhan.Menurut sumber terpercaya, tim investigasi yang berangotakan empat staf Irjen Kemendiknas  menemukan bukti guru besar berinisial LK alias Loce dan AS alias Ato menggunakan jurnal Internasional karya orang lain dalam proses pengusulan guru besar jalur non S3 tahun 2007.
Menurut informasi, beberapa hari lalu, Rektor Unsrat Prof DR Donald Rumokoy diketahui hanya menindaklanjuti dua point yang ada dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0234/P/1982 yakni penurunan pangkat setingkat lebih rendah terhadap Wongkol Jenny Kolondam SE, oknum pegawai di Fakultas Hukum Unsrat serta pembebasan dari jabatan bagi Drs Dehoop Jotje MSi, oknum Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Unsrat.
Wongkol Jenny Kolondam dan  Dehoop Jotje diduga bersama Ir Viko Hisbanarto, oknum pegawai di Sub Bagian Dokumentasi dan Tanda Jasa Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, bertindak sebagai calo jurnal internasional bagi mereka yang mengajukan usulan guru besar.
Sedangkan untuk point ketiga soal pernyataan tidak puas secara tertulis bagi Loce dan Ato, di mana Rektor diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan terkait pemberian sanksi terhadap kedua oknum guru besar itu, belum ditindaklanjuti oleh rektor sehingga keduanya tetap menerima tunjangan khusus guru besar.
Mantan Rektor Unsrat Prof DR Ir Yopy Paruntu, Selasa (6/12) mengaku sangat prihatin atas kondisi tersebut. Menurutnya jika hal itu benar adanya, maka hal itu merupakan citra buruk bagi Unsrat dan tentunya sangat memprihatinkan.
Paruntu yang kini Ketua Komisi 4 DPRD Provinsi Sulut mengatakan, proses memperoleh gelar guru besar adalah suatu hal yang tak mudah, karena perlu melalui proses yang panjang dan ada tim penilai yang dibentuk oleh pihak rektorat serta penilaian dari tim Kemeterian Pendidikan Nasional.
"Proses untuk jadi guru besar itu bukan hal mudah, ada proses yang panjang yang mesti dilalui oleh setiap dosen," katanya.

Terkait sikap rektor yang tak menindaklanjuti surat dari kemeterian pendidikan nasional, menurut Paruntuh sebagai tindakan yang kurang tepat. "Sudah menjadi kewajiban rektor untuk menjawab," ujar Paruntu.
Rektor Unsrat ketika dikonfirmasi, beberapa waktu lalu, membantah menerima surat perintah terkait hasil investigasi penggunaan Jurnal Internasional palsu oleh beberapa dosen Unsrat dalam proses pengusulan kenaikan pangkat guru besar.
"Nda ada perintah semacam itu," kata Rumokoy.
Soal sanksi  terhadap dua oknum pegawai Unsrat yang dijatuhi sanksi penurunan pangkat dan pembebasan dari jabatan, Rektor mengakuinya. Namun terkait sanksi dua oknum dosen belum ditindaklanjuti.
"Perintah di surat itu tidak jelas, sehingga saya belum menindaklanjuti. Mana bisa rektor membatalkan keputusan menteri," ujar Rumokoy.
Terkait hasil pemeriksaan itu, Rektor menolak berkomentar karena itu domain Jakarta dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional. Selain itu surat yang dikirim itu tidak memerintahkan rektor untuk memberi sanksi.
"Tidak mungkin kan,  Rektor mencabut keputusan menteri," tandas Rumokoy.

0 komentar:

Post a Comment